Selasa, 21 Februari 2012

Yang Harus Dilakukan Agar Terhindar Dari Pembekuan Darah



img
Pria dan wanita yang lebih tua adalah yang paling berisiko mengalami deep vein thrombosis (DVT). Wanita yang lebih muda juga mungkin rentan, terutama selama tahun-tahun setelah melahirkan anak. Namun tentunya ada cara yang dapat dilakukan agar tehindar dari penyakit tersebut.

DVT adalah bekuan darah (trombus) yang berada di vena yang dalam, biasanya di kaki. Gumpalan darah dapat terbentuk di vena superfisial dan di vena yang dalam. Pembekuan darah dengan peradangan pada pembuluh darah superfisial atau yang disebut dengan tromboflebitis superfisial atau flebitis jarang menyebabkan masalah serius.

Tetapi gumpalan di pembuluh darah dalam memerlukan perawatan medis segera. Kira-kira bagaimana untuk mencegah bekuan darah untuk menghindari DVT?

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bekuan darah untuk menghindari penyakit DVT seperti dikutip dari Health, Rabu (22/2/2012) antara lain:

1. Bergerak

Ketika terjebak dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama, darah dapat menumpuk pada kaki. Setiap 1-2 jam, maka sebaiknya bangun dan berjalan-jalan.Hal tersebut terutama harus dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dengan duduk sepanjang hari.

2. Hidup sehat

Bagi perokok, maka sebaiknya berhenti merokok. Selain itu, juga perlu untuk menjaga berat badan agar tetap dalam rentang normal. Minum banyak air juga dapat menurunkan risiko penggumpalan darah.

3. Hati-hati dengan obat-obatan tertentu

Konsumsi pil kontrasepsi dapat meningkatkan risiko DVT, yang berarti mungkin bukan pilihan yang tepat untuk mengonsumsi pil kontrasepsi jika memiliki faktor risiko. Faktor risoko DVT, dapat termasuk kecenderungan genetik untuk pembekuan atau riwayat keluarga yang telah mengalami DVT, atau merokok.

4. Mengetahui tanda dan gejala

"DVT bisa menjadi sulit untuk ditemukan karena beberapa gejala dapat merupakan tanda adanya masalah lain juga," kata Roger Maxfield, MD, seorang pulmonologist dan profesor klinis kedokteran di Columbia University Medical Center.

Carilah rasa sakit, bengkak, dan kemerahan atau perubahan warna di satu kaki, mungkin juga akan mengalami rasa hangat pada kulit di daerah yang terkena. Sesak napas tiba-tiba yang tidak dapat dijelaskan adalah tanda peringatan yang paling umum bahwa gumpalan darah telah melakukan perjalanan ke paru-paru.

5. Lebih proaktif

Jika memiliki cedera atau akan melakukan operasi, maka berkonsultasilah dengan dokter mengenai cara mencegah DVT. Dan jika telah mengalami salah satu gejala DVT, maka sebaiknya segera mengunjungi dokter atau rumah sakit terdekat.

Beritahu perawat jika sedang mengonsumsi pil kontrasepsi, atau jika pernah berada di perjalanan pesawat yang panjang, atau jika pernah menjalani operasi atau cedera dalam 8 minggu sebelumnya.

Kamis, 16 Februari 2012

Analisis Pemantapan Mutu Internal Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin di RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro


ABSTRACT


Background: Laboratory checking in the Pathology Clinic Installation of dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital is very important in stating diagnose and therapy.  The checking of urea and creatinin are the most requested examination by the clinicians to be done in the Pathology Clinic Installation of dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital. The effort of stabilizing the internal quality in the Pathology Clinic Installation of dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital has been done, i.e. the quality control of urea and creatinin checking. However, the evaluation by using the Westgard Rules are not done yet in the laboratory and so that the delays of the checking results happened caused by the repetition of t he examination.

Objective: To find out the application of stabilizing internal quality, covered pre analytical, analytical, and post analytical stages of urea and creatinin examination that were done in the Pathology Clinic Installation of dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital and to find out the result of the quality control of the urea and creatinin examination in the Pathology Clinic Installation of dr. Soeradji Tirtonegoro Hospital.

Method: This is a non exploration descriptive experiment research to find out the application of stabilizing the internal quality by using the observation data taken. The method used was by giving questionnaire and gathered document of quality control application.

Result: The application of stabilizing internal quality examination of urea and creatinin at the pre analytical stage scored 85,2% (good), analytical stage scored 82,7% (good), and post analytical stage 78,6% (good). The application of quality control about the examination of urea was good, while for the examination of creatinin there was a breaking of the Westgard Rules. Examination accuracy of the urea and the creatinin axamination were good already.

Conclusion: The application of stabilizing internal quality in the pre analytical, analytical, and post analytical stages are running good already, according to the Good Laboratory Practice. Accuracy examination of the urea and creatinin examination are good according to Ricos Database Rules.

Keyword: Stabilizing Internal Quality, Accuracy, Urea, Creatinin 


Sumber Dari :
Anonim, 2010. Profil Rumah Sakit Umum Pusat dr.Soeradji Tirtonegoro. Klaten.
Biorad, 2005. Basic & Intermediate System of Quality Control for the Clinical Laboratory, California : Biorad.
Burns, S., 2007. Quality Assurance.In B. F. Rodak, G. A. Fritsma, & K. Doig. Hematology: Clinical Principles and Applications. St. Louise : Elsevier Saunders.     
Depkes RI, 1998. Pedoman Pengelolaan Instalasi Laboratorium Patologi Klinik, Patologi Anatomik, damn Patologi Forensik/Kamar Jenazah Rumah Sakit Kelas B dan C, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI. 2007. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory Practice). Cetakan 3. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Depkes RI. 1997. Petunjuk Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Hadi, Anwar. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Sesuai ISO/IEC 17025: 2000. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hasmara, B, 2000. Studi Deskriptif tentang Manajemen Quality Assurance pada
pelayanan Laboratorium di IPK RSUP Dr Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.

Kahar, H. 2005. Mutu Pemeriksaan Di Laboratorium Klinik Rumah Sakit. Indonesian Journal Of Clinical Phatology and Medical Laboratory. 12 (1) 38-40.
Lewandrowski,K.B. 2002. Clinical Chemistry : Laboratory Management and
Clinical Correlations 1st ed., Lippincott Williams & Wilkins.

Muslim, Muhamad. 2001. Pemantapan Mutu Dan Mutu Hasil Analisis Laboratorium Klinik Swasta Di Kalimantan Selatan. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Moleong, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosda
Karya. Bandung.


Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Cetakan 9. CV. Alfabeta. Jakarta.
Sukorini, U., 2010. Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik. Kanalmedika dan Alfamedia. Yogyakarta.
Sukorini, U. dan Rizki, M. 2010. Dasar-dasar Kontrol Kualitas Internal, dalam Sukorini, U. dkk. (ed.), 2010. Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik. Kanalmedika dan Alfamedia. Yogyakarta.
Westgard, J., 2009. Westgard Rules and Multirules. Di unduh pada tanggal 25 Mei 2011 dari http://www.westgard.com.
Westgard, J., 2009. Desirable Specifications For Total Error, Imprecision and Bias, Derived From Intra And Inter Individual Biologic Variation. Diunduh tanggal 17 Mei 20011 dari http://www.westgard.com

Selasa, 14 Februari 2012

Aspek Phlebotomi Bagi Analis Kesehatan

Phlebotomi berkaitan dengan kegiatan mendapatkan spesimen darah dari pasien untuk diperiksa secara laboratorium. Di dalam tindakan phlebotomi, seorang phlebotomis (pelaksana phlebotomi) perlu mengetahui darah apa yang akan diambil, peralatan apa yang akan dipakai, dibagian anatomi mana mengambilnya, adakah iv-line yang sudah terpasang, bagaimana mencegah infeksi, bagaimana mencegah atau mengurangi rasa sakit, bagaimana berkomunikasi dengan pasien - termasuk memperoleh persetujuannya, bagaimana prosedur pelaksanaan yang benar agar tepat mengenai vena, dan faktor keselamatan (safety). Oleh sebab itu, masalah medikolegal yang dapat ditarik adalah masalah siapa pelaksana phlebotomi (kompetensi dan kewenangannya), bagaimana prosedur standarnya, perlukah supervisi, dan siapa yang bertanggungjawab atas risiko yang terjadi.

Di dalam praktek, phlebotomi di rumah sakit atau di laboratorium dapat dilakukan oleh perawat atau analis laboratorium atau orang yang dilatih khusus untuk itu, yang selanjutnya akan disebut sebagai teknisi phlebotomi.

Kemampuan atau kompetensi diperoleh seseorang dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan atau authority diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian ijin. Kewenangan memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun adanya kemampuan tidak berarti dengan sendirinya memiliki kewenangan.

Sebagai dokter, perawat, dan bidan, kompetensi dalam melakukan tindakan phlebotomi telah dimilikinya dan kewenangan melakukannya pun telah dimilikinya, tanpa disebutkan secara eksplisit di dalam sertifikasi kompetensinya dan atau surat ijin praktek profesinya. Sedangkan bagi analis laboratorium dan teknisi phlebotomi, kompetensi mereka diperoleh dari pendidikan menengah atau pelatihan atau kursus, sehingga kompetensinya harus dinyatakan secara tegas di dalam sertifikat kompetensinya. Sertifikat kompetensi tersebut harus dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi tertentu. Pendidikan analis laboratorium dan teknisi phlebotomi bukanlah pendidikan profesi, bukan pula pendidikan vokasi.

Dalam peraturan perundangundangan di Indonesia belum diatur tenaga kesehatan yang disebut sebagai teknisi phlebotomi, oleh karena itu teknisi phlebotomi belum sah sebagai salah satu tenaga kesehatan. Ada kecenderungan bahwa suatu pekerja di bidang kesehatan akan lebih mudah diakui sebagai tenaga kesehatan apabila pendidikannya setidaknya mencapai D3. Hal ini perlu dilakukan agar konsumen kesehatan terjamin kepentingan dan keselamatannya. Sementara itu analis kesehatan telah merupakan tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, meskipun belum ada permenkes yang mengaturnya lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan kewenangannya melakukan phlebotomi.

Dengan demikian kewenangan melakukan oleh teknisi phlebotomi ataupun oleh analis kesehatan belum diakui sebagai suatu kewenangan yang mandiri, namun harus dianggap sebagai kewenangan yang memerlukan supervisi dari keprofesian yang menjadi "pemberi kerjanya" sebagai penanggung-jawabnya. Etika dan standar pekerjaannya pun harus ditetapkan, diatur dan ditegakkan oleh penanggungjawabnya.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa : sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi (Pasal 61 ayat 3). Lalu dalam penjelasan Pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana


Etika Profesi dan Standar Profesi
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi, atau tepatnya masyarakat profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah-laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi di bidang kesehatan mendasarkan ketentuan-ketentuan di dalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi pengobat pada umumnya, seperti patient autonomy, beneficence, non maleficence, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dll. Etika profesi bertujuan untuk mempertahankan keluhuran profesi dan melindungi masyarakat yang berhubungan dengan profesi tersebut. Etika profesi umumnya dituliskan dalam bentuk Kode Etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah Majelis atau Dewan Kehormatan Etik

Standar Profesi terdiri dari 3 bagian, yaitu (a) standar kompetensi yang telah dibahas di atas sebagai bagian dari persyaratan profesi, (b) standar perilaku yang sebagian diatur dalam kode etik, dan (c) standar pelayanan. Standar pelayanan, yang dalam UU Kesehatan disebut sebagai standar profesi, diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.

UU No.18 tahun 2002 tentang IPTEK menjelaskan bahwa Dewan Kehormatan Kode Etik dibentuk oleh organisasi profesi untuk menegakkan etika, pelaksanaan kegiatan profesi serta menilai palanggaran profesi yang dapat merugikan masyarakat atau kehidupan profesionalisme di lingkungannya (Pasal 25). Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan landasan di bidang profesi untuk menjamin perlindungan masyarakat atas penyimpangan pelaksanaan profesi.


Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Phlebotomi
Organisasi profesi membuat kode etik dan standar profesi, mengawasi pelaksanaannya, dan memberikan sanksi bagi mereka yang melanggarnya dengan atau tanpa adanya korban atau kerugian. Semuanya itu ditujukan untuk melindungi masyarakat, khususnya pengguna jasa profesi. Upaya itu merupakan bagian dari akuntabilitas profesi. Majelis atau Dewan Kehormatan Etik-lah yang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan pemberian sanksi atas pelanggaran etik dan disiplin profesi.

Sebuah profesi dikatakan akuntabel apabila organisasinya dapat memastikan bahwa pelayanan profesional di bidang itu hanya dilaksanakan oleh orang-orang yang kapabel atau kompeten. Organisasi profesi dapat membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik yang akan melaksanakan proses persidangan, pemberian sanksi dan pembinaan.


Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab hukum kepada pasien dapat terjadi sebagai akibat dari suatu tindakan yang melanggar hukum atau merugikan pasien. Sifatnya pun merupakan kesengajaan atau kelalaian. Pelanggaran hukum dapat berupa tindakan tanpa informfed concent, pelanggaran susila, pengingkaran atas janji atau jaminan, dsb.

Kelalaian diartikan sebagai suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang berkualifikasi sama pada situasi dan kondisi yang identik. Pertanggung jawabannya dapat berupa pidana dengan ancaman hukuman tertentu dan dapat pula perdata dalam bentuk ganti rugi.

Tanggung jawab pidana diberikan langsung kepada pelakunya apabila kompetensi itu telah sah atau terakreditasi, atau menjadi tanggung jawab pemberi perintah apabila dalam kondisi sebaliknya. Penanggung jawab dianggap telah lalai memberikan perintah kepada orang untuk melakukan tindakan di luar kompetensinya, padahal diketahuinya bahwa kesalahan atau kerugian dapat terjadi karenanya.
Tanggung jawab perdatanya menjadi beban pemberi kerja berdasarkan doktrin respondeat superior atau Pasal 1367 KUH Perdata.


Inform Concent (Persetujuan Medik)
Inform concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dasar hukum dari inform concent adalah : (1) Keputusan Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/PER/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik, (2) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pada Pasal 53 ayat (2) dan penjelasannya, dan (3) PP No. 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.

Unsur-unsur yang terdapat dalam informed concent meliputi : (1) etiologi/patogenesis penyakit, berisikan tentang mengapa penyakit itu muncul, kemungkinan lanjut penyakit itu jika tidak dilakukan perawatan, (2) diagnosis penyakit, merupakan sebutan nama dari penyakit yang diderita menurut bahasa kedokteran, (3) rencana perawatan, berisikan penjelasan tentang jalannya perawatan dan pengobatan yang akan dilakukan, dan (4) risiko, kemungkinan yang bisa muncul dari upaya perawatan yang dilakukan.

Fungsi dari informed concent adalah : (1) promosi dari hak otonomi perorangan, (2) proteksi dari pasien dan subyek, (3) mencegah terjadinya penipuan dan paksaan, (4) menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk introspeksi diri, (5) promosi dari keputusan yang rasional, dan (6) keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Hak pasien dalam inform concent : (1) hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, (2) hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan, (3) hak untuk memilih alternatif lain (jika ada), dan (4) hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan

Dasar adanya inform concent adalah : (1) hubungan dokter pasien berdasarkan atas kepercayan, (2) hak pasien untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri, dan (3) adanya hubungan kontrak terapeutik antara dokter dan pasien.

Dengan demikian, aspek medikolegal phlebotomi yang utama adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas profesi patologi klinik beserta SDM yang bekerja dalam lingkup keprofesiannya kepada masyarakat.


Referensi :
Budi Sampurna, Aspek Medikolegal Phlebotomi, dalam http://www.freewebs.com/phlebotomy
H. Sunarta, SH. MHum., Aspek Medikolegal Phlebotomi Bagi Analis Kesehatan. Disampaikan dalam Seminar Phlebotomi pada Anak-Anak, Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta tanggal 28 Juli 2009.

Standar Kompetensi Analis Kesehatan

Sudah sering kita mendengar istilah "kompeten" dan "kompetensi". Lalu apa maksud dari kedua kata itu? Kompeten adalah ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Sedangkan kompetensi adalah apa yang seorang mampu kerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu pekerjaan. Kinerja atau hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku ditempat kerja yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitude) dan sifat-sifat pribadi lainnya.

Secara umum, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.

Yang dimaksud dengan kompetensi adalah : seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi profesional didapatkan melalui pendidikan, pelatihan dan pemagangan dalam periode yang lama dan cukup sulit, pembelajarannya dirancang cermat dan dilaksanakan secara ketat, dan diakhiri dengan ujian sertifikasi (Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi).


Standar Kompetensi
Standar Kompetensi adalah pernyataan yang menguraikan keterampilan dan pengetahuan yang harus dilakukan saat bekerja serta penerapannya, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja (industri).


Dimensi Kompetensi
  1. Mampu melakukan tugas per tugas (task skills). Contoh : Mampu melakukan pengambilan sampel dan memindahkan biakan secara aseptik.
  2. Mampu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaan (task management skills). Contoh : Mampu melakukan pengambilan sampel dan memindahkan biakan secara aseptik.
  3. Mampu menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-hari (contingency management skills). Contoh : Sedang memindahkan biakan, gas habis. Menggunakan lampu spiritus untuk sterilisasi ose.
  4. Mampu mengahadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk bekerjasama dengan orang lain (Job role Environment Skills). Contoh : Biakan tumpah, menangani tumpahan (didisinfeksi) sehingga tidak membahayakan dirinya dan orang lain / lingkungan.
  5. Mampu mentransfer kompetensi yang dimiliki dalam setiap situasi yang berbeda /situasi yang baru/ tempat kerja yang baru (transfer skills/adaptation skills). Contoh : Memindahkan biakan bakteri dalam safety cabinet.

Tujuan dan Manfaat Standar Kompetensi
  1. Dasar pemberian rekomendasi kewenangan pelayanan bagi tenaga kesehatan.
  2. Dasar pelaksanaan uji kompetensi tenaga kesehatan.
  3. Jembatan kesenjangan antara kurikulum pendidikan dengan implementasi kewenangan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan.
  4. Pedoman CPD (Continuing Profesional Development) bagi organisasi profesi.
  5. Sebagai salah satu alat untuk skrining tenaga kesehatan asing yang akan beri pelayanan kesehatan

Standar Kompetensi Analis Kesehatan
  1. Ilmu pengetahuan yang melatarbelakangi dan berkaitan dengan fungsinya di laboratorium kesehatan
  2. Kemampuan untuk merancang proses teknik operasional
    • Dapat merancang alur kerja pengujian/pemeriksaan mulai tahap pra analitik, analitik, sampai dengan paska analitik.
    • Membuat SOP, Manual Mutu, indikator kinerja dan proses analisis yang akan digunakan.
  3. Kemampuan melaksanakan proses teknik operasional.
    • Melakukan pengambilan spesimen :pengetahuan persiapan pasien
    • Penilaian terhadap spesimen (memenuhi syarat atau tidak).
    • Pelabelan, pengawetan, fiksasi, pemrosesan, penyimpanan, pengiriman
    • Dapat melakukan pemilihan alat, alat bantu, metode, reagent untuk pemeriksaan atau analisa tertentu.
    • Dapat mengerjakan prosedur laboratorium
    • Dapat memahami cara kerja dan menggunakan peralatan dalam proses teknis operasional
    • Mengetahui cara-cara kalibrasi dan cara menguji kelaikan alat
    • Dapat memelihara alat dan menjaga kinerja alat tetap baik
  4. Kemampuan untuk memberikan penilaian (judgement) hasil proses teknik operasioanl.
    • Mampu menilai layak dan tidak hasil pemeriksaan, pemantapan mutu yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan proses selanjutnya
    • Mampu menilai proses pemeriksaan atau rangkaian pemeriksaan. Diterima tidaknya suatu hasil atau rangkaian hasil pemeriksaan
  5. Kemampuan komunikasi dengan pelanggan atau pemakai jasa, seperti pasien, klinisi, mitra kerja, dll.
  6. Mampu mendeteksi secara dini :
    • munculnya penyimpangan dalam proses operasional
    • terjadinya kerusakan media, reagent alat yang digunakan atau lingkungan pemeriksaan
    • mampu menilai validitas (kesahihan) suatu hasil pemeriksaan atau rangkaian hasil pemeriksaan
  7. Kemampuan untuk melakukan koreksi atau penyesaian terhadap masalah teknis operasional yang muncul.
  8. Kemampuan menjaga keselamatan kerja dan lingkungan kerja
  9. Kemampuan administrasi

Tugas Pokok Analis Kesehatan
Analis Kesehatan bertugas melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan meliputi bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi, patologi anatomi (histology, histopatologi, imunopatologi, histokimia), toksikologi, kimia lingkungan, biologi dan fisika. Di dalam pelayanan laboratorium, Analis Kesehatan melakukan pengujian/analisis terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat


Peran Analis Kesehatan
  1. Pelaksanaan teknis dalam pelayanan laboratorium kesehatan
  2. Penyelia teknis operasional laboratorium kesehatan
  3. Peneliti dalam bidang laboratorium kesehatan
  4. Penyuluh dalam bidang laboratorium kesehatan (Promotion Health Laboratory)

Analis Kesehatan Sebagai Profesi
  • Memberikan pelayanan kepada masyarakat bersifat khusus atau spesialis.
  • Melalui jenjang pendidikan tinggi.
  • Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
  • Mempunyai kewenangan yang sah, peran dan fungsi jelas.
  • Mempunyai kompetensi jelas dan terukur.
  • Memiliki organisasi profesi, kode etik, standar pelayanan, standar praktek, standar pendidikan.

Standar Profesi Analis Kesehatan
  • Profesionalisme : tuntutan profesi sebagai jawaban memenangkan kompetisi GLOBAL
  • Standar mutu : berlaku bagi semua Analis Kesehatan di Indonesia
  • Melindungi pasien/klien & masyarakat dari pelayanan yg tidak profesional
  • Melindungi Analis Kesehatan dari tuntutan klien
  • Penapisan Ahli Laboratorium asing

Kewajiban Analis Kesehatan
  1. Mengembangkan prosedur untuk mengambil dan memproses spesimen.
  2. Melaksanakan uji analitik terhadap reagen maupun terhadap spesimen, yang berkisar dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
  3. Mengoperasikan dan memelihara peralatan laboratorium dari yang sederhana sampai dengan yang canggih.
  4. Mengevaluasi data laboratorium untuk memastikan akurasi dan prosedur pengendalian mutu dan mengembangkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data hasil uji.
  5. Mengevaluasi teknik, instrumen dan prosedur baru untuk menentukan manfaat kepraktisannya.
  6. Membantu klinisi dalam pemanfaatan yang benar dari data laboratorium untuk memastikan seleksi yang efektif dan efisien terhadap uji laboratorium dalam menginterpretasi hasil uji.
  7. Merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan laboratorium.
  8. Membimbing dan membina tenaga kesehatan lain dalam bidang Teknik kelaboratoriuman.
  9. Merancang dan melaksanakan penelitian dalam bidang laboratorium kesehatan.

Kemampuan yang Harus Dimiliki Analis Kesehatan
  1. Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fungsinya di laboratorium kesehatan.
  2. Keterampilan dan pengetahuan dalam pengambilan spesimen, termasuk penyiapan pasien (bila diperlukan), labeling, penanganan, pengawetan, atau fiksasi, pemrosesan, penyimpanan dan pengiriman spesimen.
  3. Keterampilan dalam melaksanakan prosedur laboratorium.
  4. Keterampilan dalam melaksanakan metode pengujian dan pemakaian alat dengan benar.
  5. Keterampilan dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan alat, kalibrasi dan penanganan masalah yang berkaitan dengan uji yang dilakukan.
  6. Keterampilan dalam pembuatan uji kualitas media dan reagen untuk pemeriksaan laboratorium.
  7. Pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan pengendalian mutu dan prosedur laboratorium.
  8. Kewaspadaan terhadap faktor yang mempengaruhi hasil uji.
  9. Keterampilan dalam mengakses dan menguji keabsahan hasil uji melalui evaluasi mutu spesimen, sebelum melaporkan hasil uji.
  10. Keterampilan dalam menginterpretasi hasil uji.
  11. Kemampuan merencanakan kegiatan laboratorium sesuai dengan jenjangnya.

Etika Profesi Analis Kesehatan

Kata etik atau etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Etika merupakan cerminan dari sebuah mekanisme kontrol yang dibuat dan diterapkan oleh dan untuk kepentingan suatu kelompok sosial atau profesi. Kehadiran organisasi profesi dengan kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian


PROFESI

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Ciri-ciri Profesi :
  • Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi;
  • Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan;
  • Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
  • Adanya proses lisensi atau sertifikat;
  • Adanya organisasi;
  • Otonomi dalam pekerjaannya.


KODE ETIK

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada : profesi, pekerjaan, rekan, pemakai jasa, dan masyarakat.


PROFESIONALISME
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).


ETIKA PROFESI ANALIS KESEHATAN

Etika profesi Analis Kesehatan memiliki tiga dimensi utama, yaitu :
  • Keahlian (pengetahuan, nalar atau kemampuan dalam asosiasi dan terlatih)
  • Keterampilan dalam komunikasi (baik verbal & non verbal)
  • Profesionalisme (tahu apa yang harus dilakukan dan yang sebaiknya dilakukan)

Kewajiban Terhadap Profesi
  • Menjunjung tinggi serta memelihara martabat, kehormatan, profesi, menjaga integritas dan kejujuran serta dapat dipercaya.
  • Meningkatkan keahlian dan pengetahuannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Melakukan pekerjaan profesinya sesuai dengan standar prosedur operasional, standar keselamatan kerja yang berlaku dan kode etik profesi.
  • Menjaga profesionalisme dalam memenuhi panggilan tugas dan kewajiban profesi.

Kewajiban Terhadap Pekerjaan
  • Bekerja dengan ikhlas dan rasa syukur
  • Amanah serta penuh integritas
  • Bekerja dengan tuntas dan penuh tanggung jawab
  • Penuh semangatdan pengabdian
  • Kreatif dan tekun
  • Menjaga harga diri dan jujur
  • Melayani dengan penuh kerendahan hati

Kewajiban Terhadap Rekan
  • Memperlakukan setiap teman sejawat dalam batas-batas norma yang berlaku
  • Menjunjung tinggi kesetiakawanan dalam melaksanakan profesi.
  • Membina hubungan kerjasama yang baik dan saling menghormati dengan teman sejawat dan tenaga profesional lainnya dengan tujuan utama untuk menjamin pelayanan tetap berkualitas tinggi.

Kewajiban Terhadap Pasien
  • Bertanggung jawab dan menjaga kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada pasien / pemakai jasa secara profesional.
  • Menjaga kerahasiaan informasi dan hasil pemeriksaan pasien / pemakai jasa, serta hanya memberikan kepada pihak yang berhak.
  • Dapat berkonsultasi / merujuk kepada teman sejawat atau pihak yang lebih ahli untuk mendapatkan hasil yang akurat

Kewajiban Terhadap Masyarakat
  • Memiliki tanggung jawab untuk menyumbangkan kemampuan profesionalnya kepada masyarakat luas serta selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.
  • Dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan profesinya harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma yang berkembang pada masyarakat.
  • Dapat menemukan penyimpangan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar norma yang berlaku pada saat itu serta melakukan upaya untuk dapat melindungi kepentingan masyarakat.

Langkah Menuju Profesional
  • Self comitment (teguh pada tujuan yang ingin dicapai dan berprinsip namun tidak kaku)
  • Self management (manajemen prioritas dan manajemen waktu)
  • Self awareness (pengelolaan kelemahan dan kelebihan diri)

Harapan Profesionalisme Analis Kesehatan
  • Tangibles (bukti langsung dan nyata) meliputi kemampuan hasil pengujian, dapat menunjukkan konsep derajat kesehatan pada diri sendiri
  • Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
  • Responsiveness (daya tanggap), yaitu tanggap dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap pemakai jasa (pasien, klinisi, dan profesi lain)
  • Assurance (jaminan), mencakup kemampuan, kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki Analis Kesehatan dan bebas dari risiko bahaya atau keragu-raguan
  • Emphaty (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pemakai jasa (pasien, klinisi, dan profesi lain)

Perencanaan SDM Laboratorium Kesehatan

Sumber daya laboratorium kesehatan secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu: sumber daya manusia (human resources) dan sumber daya non-manusia (non-human resources). Sumber daya manusia (SDM) merupakan potensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada seorang pegawai yang terdiri atas potensi fisik dan potensi non-fisik. Potensi fisik adalah kemampuan fisik yang terakumulasi pada seorang pegawai, sedangkan potensi non-fisik adalah kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengetahuan, inteligensia, keterampilan, human relations.[1] Sedangkan sumber daya non-manusia merupakan sarana atau perlatan berupa mesin-mesin atau alat-alat non mesin dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pelayanan laboratorium klinik.

SDM yang bekerja di dalam pelayanan laboratorium kesehatan cukup beragam, baik profesi maupun tingkat pendidikannya. Kebutuhan jumlah pegawai antara laboratorium kesehatan di Rumah Sakit dengan laboratorium kesehatan swasta, atau Puskesmas tentu tidak sama. Hal ini dikarenakan jenis pelayanan, jumlah pemakai jasa, dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing laboratorium tersebut berbeda-beda. Jenis ketenagaan yang diperlukan dalam pelayanan laboratorium kesehatan adalah sebagai berikut [2,3] :
  1. Staf medis
    • Dokter Spesialis Patologi Klinik,
    • Dokter Spesialis Patologi Anatomik,
    • Dokter Spesialis Forensik,
    • Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik,
    • Dokter umum yang telah memiliki pengalaman teknis laboratorium
  2. Tenaga teknis laboratorium
    • Analis Kesehatan atau Analis Medis,
    • Perawat Kesehatan,
    • Dokter umum,
    • Sarjana kedokteran,
    • Sarjana farmasi,
    • Sarjana biologi,
    • Sarjana teknik elektromedik,
    • Sarjana teknik kesehatan lingkungan
  3. Tenaga administrasi
  4. Pekarya

Kalau dilihat dari fungsi laboratorium kesehatan, yakni melakukan pemeriksaan bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat [3], maka kebutuhan SDM yang terbesar adalah Analis Kesehatan sebagai tenaga teknis laboratorium.

Analis Kesehatan memiliki tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam melaksanakan pelayanan laboratorium. Pelayanan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan laboratorium secara menyeluruh meliputi salah satu atau lebih bidang pelayanan, meliputi bidang hematologi, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, toksikologi, kimia lingkungan, patologi anatomi (histopatologi, sitopatologi, histokimia, imuno patologi, patologi molekuler), biologi dan fisika.[4]


Aspek Mutu Dalam Perencanaan SDM Laboratorium Kesehatan

Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin meningkat. Sejalan dengan itu maka pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium kesehatan sangat perlu untuk menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Salah satu standar mutu pelayanan laboratorium klinik Rumah Sakit adalah tersedianya SDM dengan jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi tenaga sesuai dengan jenis pelayanan laboratorium klinik yang ada.

Berkaitan dengan mutu pelayanan laboratorium kesehatan, ada 3 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur mutu [5], yaitu :
  1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan laboratorium kesehatan, seperti SDM, dana, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan laboratorium kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input dengan mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
  2. Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien/ masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.
  3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam seluruh Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Magement, TQM).

Konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming, seorang doktor di bidang statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang yang selalu konsisten terhadap kualitas terhadap produk-produk dan layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi serta meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan management berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan produktivitas [1].

Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium adalah menggunakan konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang mempunyai struktur yang mampu menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran organisasi dalam merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu Terpadu, yaitu kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan layanan (service). Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses. Proses adalah transformasi dari input, dengan menggunakan mesin peralatan, perlengkapan metoda dan SDM untuk menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan [5].

Peningkatan proses yang selanjutnya akan meningkatkan mutu antara lain memerlukan perencanaan kebutuhan SDM yang matang. Perencanaan SDM dapat digunakan sebagai indikator kesesuaian antara supply dan demand bagi sejumlah orang dalam organisasi dengan keterampilan yang sesuai, membantu menilai dan melengkapi rencana-rencana dan keputusan-keputusan manajemen dengan menilai pengaruh-pengaruh daripada tenaga kerja, dan membantu organisasi agar terhindar dari kelangkaan SDM pada saat dibutuhkan maupun kelebihan SDM saat tidak dibutuhkan. [6,7,8]

Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan. Untuk perencanaan kepegawaian dengan memperkirakan suplai dan permintaan terhadap SDM, selanjutnya menentukan perbedaan atas suplai dan permintaan, apa ada kekurangan atau kelebihan. Selanjutnya dapat ditentukan langkah strategik apa yang akan diambil dalam menghadapi kekurangan atau kelebihan SDM. [9]

Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut [10] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan


Analisis dan Klasifikasi Tenaga Laboratorium

Analisis dan klasifikasi pegawai perlu dilakukan dalam merencanakan kebutuhan tenaga laboratorium kesehatan. Analisis pegawai adalah usaha-usaha mempelajari, mengumpulkan informasi serta merumuskan secara jelas mengenai kepegawaian dan batasan kualifikasi minimal pegawai yang dikehendaki untuk melakukan pekerjaan secara tepat guna dan berhasil guna. Sedangkan klasifikasi pegawai adalah tindakan pengelompokan pegawai berdasarkan kesamaan jenis ke dalam suatu kesatuan pegawai. [1]

Analisis pegawai dapat memfokuskan peramalan (forecasting) dan perencanaan (planning) kepegawaian. Informasi analisis pegawai sangat dibutuhkan baik untuk kepentingan restrukturisasi, program perbaikan kualitas, perencanaan human resources, analisis tugas, penarikan pegawai, rotasi pegawai, program training, pengembangan karier, pengukuran performance maupun kompensasi. 1


Forecasting SDM

Peramalan kebutuhan SDM merupakan unsur penting dalam perencanaan SDM. Peramalan SDM berusaha untuk menetukan karyawan apa yang diperlukan, baik tuntutan keahlian atau keterampilan tertentu dan berapa jumlah pegawai yang diperlukan. Jadi hal yang diperlukan dalam perencanaan tersebut adalah: jumlah, jenis, mutu.[1]

Hampir semua perusahaan harus membuat prediksi atau peramalan kebutuhan karyawan pada masa yang akan datang, meskipun hal ini tidak tepat benar dengan kenyataan yang sebenarnya. Namun demikian melalui peramalan dapat mendekati kebenaran sehingga diperoleh efisiensi dalam penggunaan SDM. [11]

Analisis kebutuhan organisasi akan SDM dinilai sangat penting karena berfungsi sebagai pusat kegiatan perencanaan SDM; mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan, perilaku dan dampak tindakan-tindakan operasional; meningkatkan pendayagunaan SDM secara optimal; mengarahkan perencanaan SDM dalam memperoleh jumlah, tipe dan mutu karyawan untuk mengerjakan sesuatu dengan tepat pada waktu yang tepat. [12]

Perencanaan kebutuhan tenaga laboratorium perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti :
  • Jenis laboratorium. Apakah laboratorium Rumah Sakit, laboratorium swasta, atau laboratorium kesehatan masyarakat.
  • Stratifikasi laboratorium. Apakah laboratorium itu adalah laboratorium di Rumah Sakit tipe A, B atau C. Jika laboratorium swasta, apakah laboratorium yang akan dibangun adalah laboratorium pratama atau utama.
  • Jenis pelayanan. Apakah akan melayani seluruh bidang atau disiplin ilmu, atau hanya beberapa bidang saja yang akan dilayanani.
  • Sasaran pelanggan : siapa yang ingin dilayani? Apakah seluruh lapisan masyarakat, hanya untuk check-up, hanya untuk penelitian, dsb.
  • Target jumlah pemeriksaan dan jumlah peralatan yang digunakan. Jika seluruh bidang pelayanan yang akan dipilih, maka jumlah pemeriksaan yang akan dikerjakan juga banyak, demikian juga dengan jumlah peralatan yang akan digunakan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut selanjutnya dapat dibuat perencanaan SDM, seperti jenis atau kualifikasi ketenagaan, kompetensi, jumlah yang dibutuhkan, rekruitmen, dsb.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam peramalan akan kebutuhan SDM, salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Cara menghitung kebutuhan SDM laboratorium berdasarkan beban kerja akan saya sampaikan pada tulisan berikutnya.


Daftar Pustaka :
  1. Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta.
  2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Pedoman Pengelolaan Laboratorium Patologi Klinik, Patologi Anatomik dan Patologi Forensik/Kamar Jenazah, Cetakan I, 1988.
  3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 04/Menkes/SK/I/2002 tentang Laboratorium Kesehatn Swasta
  4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/08/M.PAN/3/2006 tentang Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan.
  5. Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  6. Nursanti, Tinjung Desi, 2002, Strategi Terintegrasi Dalam Perencanaan Sumber Daya Manusia yang Efektif, Dalam Usmara, A. (ed), 2002, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi ke-3, Amara Books, Yogyakarta.
  7. Moehijat, 1979, Perencanaan Tenaga Kerja, Penerbit Alumni, Bandung.
  8. Umar, Husein, 1997, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
  9. Sunarto dan Sahedy Noor, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), Bagian Penerbitan FE-UST, Yogyakarta.
  10. Amstrong, Michael, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik : Mengelola Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
  11. Sumarsono, Sonny, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
  12. Mangkuprawira, TB. Syafrie, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta.