Kamis, 10 November 2011

Pemantapan Mutu Laboratorium

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).
Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi terpenting dalam diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
  1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu misalnya dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.
  2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc, DM.
  3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B, HIV.
  4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan panas; tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).
  5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih
  6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.
  7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.
  8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi leukemia.
  9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian penyakit, misalnya leukemia, diabetes.
  10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.
  11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.
  12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan diagnosis.
  13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.
  14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya dislipidemia dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.
  15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil pemeriksaan laboratorium kembali normal.
  16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk membuktikan perkosaan.
  17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)
Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung jawab pengelolaan (management responsibility).


Dinamika Globalisasi
Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu pelayanan laboratorium klinik.


Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal dari abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.

Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.

Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.
Contoh :
  • Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada benzidin atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal kedua tes terakhir dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.
  • Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA (Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya 100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).
Contoh :
Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100% dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter yang merawat.

Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal, sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal. Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan menghemat pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.
Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik, kehamilan, dan pengobatan)

Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar (lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :
  1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.
  2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium.
  3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada hasil laboratorium misalnya :
    • Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada formulir hasil
    • Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan
    • Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan
  4. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :
    • Gangguan aliran listrik, air bersih.
    • Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.
    • Air suling dengan pH yang tidak netral.
    • Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard kurang baik atau tidak ada.
    • Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.
  5. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode pemeriksan (alat, reagensia, dsb)
  6. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan apabila dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat.

Manajemen Mutu
Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pemeriksaan, maka perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Sumber Daya Manusia (SDM)
    • SDM yang kompeten, handal, profesional
    • Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk meningkatkan mutu SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan komunikasi berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management (TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)
  2. Sarana-prasarana dan alat (SPA)
    • Penyediaan sumber energi dan air bersih
    • Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas
  3. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)
    • Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)
    • Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab. Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI) ialah program pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode, alat, reagen dan prosedur yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara klinis dapat dipercaya.Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat dipercaya kebenarannya. Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.
    • Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001 (Quality Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001 dengan ISO/IEC 17025 (International Electrotechnical Commission)
    • Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.
    • Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasari Quality Management Science (QMS) dengan suatu model Five–Q, yaitu :
  1. Quality Planning (QP)Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.
  2. Quality Laboratory Practice (QLP)Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.
  3. Quality Control (QC)Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi
  4. Quality Assurance (QA)Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi (antisipasi error).Indikator kinerja QA adalah :
    • Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen
    • Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan hasil, pemeliharaan alat
    • Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development Programm.
    • Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi & biologis.
  5. Quality Improvement (QI) Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu laboratorium yang berujung pada Continous Quality Improvement (CQI), menjamin pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan pelanggan. Hal ini membutuhkan komitmen pimpinan (Top Management).

0 komentar:

Posting Komentar