Selasa, 14 Februari 2012

Aspek Phlebotomi Bagi Analis Kesehatan

Phlebotomi berkaitan dengan kegiatan mendapatkan spesimen darah dari pasien untuk diperiksa secara laboratorium. Di dalam tindakan phlebotomi, seorang phlebotomis (pelaksana phlebotomi) perlu mengetahui darah apa yang akan diambil, peralatan apa yang akan dipakai, dibagian anatomi mana mengambilnya, adakah iv-line yang sudah terpasang, bagaimana mencegah infeksi, bagaimana mencegah atau mengurangi rasa sakit, bagaimana berkomunikasi dengan pasien - termasuk memperoleh persetujuannya, bagaimana prosedur pelaksanaan yang benar agar tepat mengenai vena, dan faktor keselamatan (safety). Oleh sebab itu, masalah medikolegal yang dapat ditarik adalah masalah siapa pelaksana phlebotomi (kompetensi dan kewenangannya), bagaimana prosedur standarnya, perlukah supervisi, dan siapa yang bertanggungjawab atas risiko yang terjadi.

Di dalam praktek, phlebotomi di rumah sakit atau di laboratorium dapat dilakukan oleh perawat atau analis laboratorium atau orang yang dilatih khusus untuk itu, yang selanjutnya akan disebut sebagai teknisi phlebotomi.

Kemampuan atau kompetensi diperoleh seseorang dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan atau authority diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian ijin. Kewenangan memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun adanya kemampuan tidak berarti dengan sendirinya memiliki kewenangan.

Sebagai dokter, perawat, dan bidan, kompetensi dalam melakukan tindakan phlebotomi telah dimilikinya dan kewenangan melakukannya pun telah dimilikinya, tanpa disebutkan secara eksplisit di dalam sertifikasi kompetensinya dan atau surat ijin praktek profesinya. Sedangkan bagi analis laboratorium dan teknisi phlebotomi, kompetensi mereka diperoleh dari pendidikan menengah atau pelatihan atau kursus, sehingga kompetensinya harus dinyatakan secara tegas di dalam sertifikat kompetensinya. Sertifikat kompetensi tersebut harus dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi tertentu. Pendidikan analis laboratorium dan teknisi phlebotomi bukanlah pendidikan profesi, bukan pula pendidikan vokasi.

Dalam peraturan perundangundangan di Indonesia belum diatur tenaga kesehatan yang disebut sebagai teknisi phlebotomi, oleh karena itu teknisi phlebotomi belum sah sebagai salah satu tenaga kesehatan. Ada kecenderungan bahwa suatu pekerja di bidang kesehatan akan lebih mudah diakui sebagai tenaga kesehatan apabila pendidikannya setidaknya mencapai D3. Hal ini perlu dilakukan agar konsumen kesehatan terjamin kepentingan dan keselamatannya. Sementara itu analis kesehatan telah merupakan tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, meskipun belum ada permenkes yang mengaturnya lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan kewenangannya melakukan phlebotomi.

Dengan demikian kewenangan melakukan oleh teknisi phlebotomi ataupun oleh analis kesehatan belum diakui sebagai suatu kewenangan yang mandiri, namun harus dianggap sebagai kewenangan yang memerlukan supervisi dari keprofesian yang menjadi "pemberi kerjanya" sebagai penanggung-jawabnya. Etika dan standar pekerjaannya pun harus ditetapkan, diatur dan ditegakkan oleh penanggungjawabnya.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa : sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi (Pasal 61 ayat 3). Lalu dalam penjelasan Pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana


Etika Profesi dan Standar Profesi
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi, atau tepatnya masyarakat profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah-laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi di bidang kesehatan mendasarkan ketentuan-ketentuan di dalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi pengobat pada umumnya, seperti patient autonomy, beneficence, non maleficence, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dll. Etika profesi bertujuan untuk mempertahankan keluhuran profesi dan melindungi masyarakat yang berhubungan dengan profesi tersebut. Etika profesi umumnya dituliskan dalam bentuk Kode Etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah Majelis atau Dewan Kehormatan Etik

Standar Profesi terdiri dari 3 bagian, yaitu (a) standar kompetensi yang telah dibahas di atas sebagai bagian dari persyaratan profesi, (b) standar perilaku yang sebagian diatur dalam kode etik, dan (c) standar pelayanan. Standar pelayanan, yang dalam UU Kesehatan disebut sebagai standar profesi, diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.

UU No.18 tahun 2002 tentang IPTEK menjelaskan bahwa Dewan Kehormatan Kode Etik dibentuk oleh organisasi profesi untuk menegakkan etika, pelaksanaan kegiatan profesi serta menilai palanggaran profesi yang dapat merugikan masyarakat atau kehidupan profesionalisme di lingkungannya (Pasal 25). Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memberikan landasan di bidang profesi untuk menjamin perlindungan masyarakat atas penyimpangan pelaksanaan profesi.


Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Phlebotomi
Organisasi profesi membuat kode etik dan standar profesi, mengawasi pelaksanaannya, dan memberikan sanksi bagi mereka yang melanggarnya dengan atau tanpa adanya korban atau kerugian. Semuanya itu ditujukan untuk melindungi masyarakat, khususnya pengguna jasa profesi. Upaya itu merupakan bagian dari akuntabilitas profesi. Majelis atau Dewan Kehormatan Etik-lah yang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan pemberian sanksi atas pelanggaran etik dan disiplin profesi.

Sebuah profesi dikatakan akuntabel apabila organisasinya dapat memastikan bahwa pelayanan profesional di bidang itu hanya dilaksanakan oleh orang-orang yang kapabel atau kompeten. Organisasi profesi dapat membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik yang akan melaksanakan proses persidangan, pemberian sanksi dan pembinaan.


Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab hukum kepada pasien dapat terjadi sebagai akibat dari suatu tindakan yang melanggar hukum atau merugikan pasien. Sifatnya pun merupakan kesengajaan atau kelalaian. Pelanggaran hukum dapat berupa tindakan tanpa informfed concent, pelanggaran susila, pengingkaran atas janji atau jaminan, dsb.

Kelalaian diartikan sebagai suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang berkualifikasi sama pada situasi dan kondisi yang identik. Pertanggung jawabannya dapat berupa pidana dengan ancaman hukuman tertentu dan dapat pula perdata dalam bentuk ganti rugi.

Tanggung jawab pidana diberikan langsung kepada pelakunya apabila kompetensi itu telah sah atau terakreditasi, atau menjadi tanggung jawab pemberi perintah apabila dalam kondisi sebaliknya. Penanggung jawab dianggap telah lalai memberikan perintah kepada orang untuk melakukan tindakan di luar kompetensinya, padahal diketahuinya bahwa kesalahan atau kerugian dapat terjadi karenanya.
Tanggung jawab perdatanya menjadi beban pemberi kerja berdasarkan doktrin respondeat superior atau Pasal 1367 KUH Perdata.


Inform Concent (Persetujuan Medik)
Inform concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dasar hukum dari inform concent adalah : (1) Keputusan Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/PER/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik, (2) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pada Pasal 53 ayat (2) dan penjelasannya, dan (3) PP No. 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.

Unsur-unsur yang terdapat dalam informed concent meliputi : (1) etiologi/patogenesis penyakit, berisikan tentang mengapa penyakit itu muncul, kemungkinan lanjut penyakit itu jika tidak dilakukan perawatan, (2) diagnosis penyakit, merupakan sebutan nama dari penyakit yang diderita menurut bahasa kedokteran, (3) rencana perawatan, berisikan penjelasan tentang jalannya perawatan dan pengobatan yang akan dilakukan, dan (4) risiko, kemungkinan yang bisa muncul dari upaya perawatan yang dilakukan.

Fungsi dari informed concent adalah : (1) promosi dari hak otonomi perorangan, (2) proteksi dari pasien dan subyek, (3) mencegah terjadinya penipuan dan paksaan, (4) menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk introspeksi diri, (5) promosi dari keputusan yang rasional, dan (6) keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Hak pasien dalam inform concent : (1) hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, (2) hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan, (3) hak untuk memilih alternatif lain (jika ada), dan (4) hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan

Dasar adanya inform concent adalah : (1) hubungan dokter pasien berdasarkan atas kepercayan, (2) hak pasien untuk menentukan apa yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri, dan (3) adanya hubungan kontrak terapeutik antara dokter dan pasien.

Dengan demikian, aspek medikolegal phlebotomi yang utama adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas profesi patologi klinik beserta SDM yang bekerja dalam lingkup keprofesiannya kepada masyarakat.


Referensi :
Budi Sampurna, Aspek Medikolegal Phlebotomi, dalam http://www.freewebs.com/phlebotomy
H. Sunarta, SH. MHum., Aspek Medikolegal Phlebotomi Bagi Analis Kesehatan. Disampaikan dalam Seminar Phlebotomi pada Anak-Anak, Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta tanggal 28 Juli 2009.

0 komentar:

Posting Komentar